PROFESOR
RKY Zee-Cheng dalam tulisannya mengenai penelitian antikanker tanaman
benalu dalam jurnal Drugs of the Future mengatakan, pasien penderita
kanker yang diberi ekstrak benalu dari spesies Viscum album menunjukkan
perbaikan pada DNA dalam limfosit dan sel kekebalan tubuh. Melalui
berbagai penelitian yang disarikan oleh Zee-Cheng dari Pusat Medik
Universitas Kansas itu, senyawa bioaktif yang berperan sebagai
antikanker adalah petida, oligisakharida, alkaloid, polifenol, dan
flavanoid.
Masyarakat
Indonesia secara turun-temurun juga menggunakan benalu dalam bentuk
jamu untuk mengobati berbagai penyakit, termasuk benalu teh untuk
mengobati kanker. Dr Retno Murwani MSc dari Universitas Diponegoro
pernah menyatakan bahwa benalu teh berkhasiat membunuh sel tumor dan sel
kanker fibro sarcoma (Suara Merdeka, 14 Maret 2003).
Baru-baru
ini-melalui penelitian intensif selama tiga tahun-tim peneliti dari
Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) bekerja sama dengan Prof Hirotaka
Shibuya dari Universitas Fukuyama, Jepang, dan Prof Dr Mutsuko Mukai
dari Osaka Medical Center, Jepang. Dalam penelitian ini tim telah
mengisolasi 16 senyawa dari benalu teh yang merupakan parasit pohon teh
di Perkebunan Teh Gunung Mas, Cipanas, Jawa Barat.
Senyawa-senyawa
tersebut adalah 6 senyawa asam lemak tak jenuh, 2 senyawa santin, 2
senyawa flavonol glikosida, 4 senyawa flavonol, 1 senyawa lignan
glikosida, dan satu senyawa monoterpene glukosida.
HASIL
uji bioaktivitas terhadap invasi sel kanker MM1 secara in vitro
menggunakan sel kanker MM1 yang diisolasi dari sel Ascites Hepatoma AH
130 pada tikus menunjukkan bahwa satu di antara senyawa tersebut, yaitu
octadeca-8,10,12-triynoic acid mampu menghambat invasi sel kanker
sebesar 99,4% pada konsentrasi 10 mg/ml. Senyawa ini merupakan asam
lemak tak jenuh, mengandung atom karbon 18 dengan ikatan rangkap 3
sebanyak 3 buah pada posisi 8, 10, dan 12.
Atas
dasar hasil pengujian tersebut, diyakini bahwa
octadeca-8,10,12-triynoic acid merupakan zat aktif antikanker yang
terkandung dalam benalu teh. Namun, baik dengan metode pengujian in
vitro maupun in vivo yang dikembangkan almarhum Prof Hitoshi Akedo,
diketahui bahwa zat ini tidak membunuh sel kanker, melainkan menghambat
invasi sel kanker sehingga sel tidak mengalami metastasis.
Metode
di atas berbeda dengan uji yang lainnya, seperti penghambatan terhadap
protein sintesis, DNA topoisomerase, DNA/RNA sintesis, uji toksisitas,
dan lain-lain. Hingga saat ini belum ada obat antikanker yang bekerjanya
menghambat invasi sel sehingga penemuan senyawa
octadeca-8,10,12-triynoic acid (1) dalam benalu teh yang struktur
kimianya relatif sederhana menjadi harapan disintesisnya senyawa
antikanker baru yang murah dan sangat dibutuhkan oleh penderita kanker
di Indonesia maupun dunia pada umumnya.
Untuk
meyakinkan bahwa asam lemak octadeca-8,10,12-triynoic acid tersebut
mempunyai aktivitas inhibisi, dan untuk mempelajari efek dari panjang
rantai atom karbon serta posisi ikatan rangkapnya, maka metode sintesis
perlu dikembangkan.
DENGAN
strategi sintesis yang relatif sederhana, tim peneliti Batan berhasil
menyintesis lima senyawa analog alkynic C-16 fatty acid, yaitu
hexadec-8-ynoic acid (2), hexadec-10-ynoic acid (3),
hexadeca-8,10-diynoic acid (4), hexadeca-6,8,10-triynoic acid (5), dan
hexadeca-8,10,12-triynoic acid (6).
Uji
bioaktivitas dengan cara yang sama menggunakan sel kanker MM1
menunjukkan bahwa senyawa yang mengandung 3 ikatan rangkap tiga, seperti
halnya senyawa yang diisolasi dari benalu teh, yaitu
hexadeca-6,8,10-triynoic acid (5) dan hexadecadeca-8,10,12-triynoic acid
(6) memberikan nilai inhibisi yang hampir sama dengan senyawa 1,
sedangkan senyawa 2, 3, dan 4 masing-masing mengandung satu dan dua
ikatan rangkap tiga memberikan nilai inhibisi lebih rendah. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tiga buah ikatan rangkap tiga pada
senyawa tersebut merupakan hal esensial pada peningkatan aktivitas
penghambatan invasi sel kanker.
Meskipun
penelitian ini memberikan hasil yang cukup menggembirakan, masih perlu
pengkajian lebih lanjut, terutama uji secara klinis yang memerlukan
kerja sama berbagai pihak terkait, misalnya Depkes, Rumah Sakit Kanker,
dan industri farmasi.
Beberapa
waktu yang lalu, salah satu perusahaan farmasi nasional berencana
menginvestasikan dana 50.000 dollar AS dan 10 persennya untuk
pembangunan pabrik obat antikanker yang direncanakan selesai tahun 2004.
Ternyata pada awal Oktober perusahaan itu telah memproduksi Paxus yang
merupakan obat antikanker berbahan aktif paclitaxel, senyawa antikanker
yang berasal dari tumbuhan. Obat ini telah diproduksi oleh Bristol-Myers
Squibb sejak tahun 1992 dengan nama dagang Taxol.
Namun,
karena harganya masih mahal, alangkah baiknya apabila inovasi obat-obat
antikanker yang murah dan mudah dibuat diprioritaskan oleh perusahaan
farmasi nasional. Apalagi ada banyak spesies benalu teh, seperti
Scurrula atropurpurea, S ortiana, S junghunii, S parasitica, Dendropthoe
petandra, dan masih banyak lagi.
Tim
hanya meneliti Scurrula atropurpurea, sedangkan spesies lainnya belum
dipastikan apakah mengandung bahan aktif atau tidak. Bagi masyarakat
yang menggunakan ramuan benalu teh dengan membeli di berbagai tempat,
hendaknya perlu berhati-hati karena spesiesnya cukup banyak. Soalnya,
spesies benalu yang ini sering kali bercampur dengan daun teh sebagai
inangnya, bahkan benalu lain, misalnya benalu mangga, yang belum
diketahui manfaat dan kandungan senyawa aktifnya.
Dr Hendig Winarno MSc Peneliti pada Lab Agrokimia Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi Batan, Jakarta
|
Senyawa Antikanker dari Benalu Teh
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.